Traveling

Cerita Rakyat “Sang Sungging” dan “Puteri Senuro”

Layaknya daerah lain, daerah-daerah di dataran sumatera, khususnya di bagian selatan sarat dengan cerita rakyat. Cerita rakyat atau dikenal juga dengan istilah legenda rakyat bisa dihubungkan dengan terbentuknya suatu tempat atau bisa juga asal usul dari penduduk, adat istiadat atau budaya yang hingga sekarang diterapkan dan menjadi panutan masyarakat setempat. Begitu juga dengan desa kelahiran saya, Tanjung Batu, memiliki beberapa cerita rakyat. Cerita yang sangat terkenal adalah cerita mengenai Usang Sang Sungging dan Puteri Senuro yang karena kecantikan rupanya kemudian lebih dikenal dengan Puteri Pinang Masak. Konon kabarnya dua tokoh ini sangat erat kaitannya dengan cikal bakal bidang usaha dan mata pencaharian yang ditekuni oleh penduduk lokal.

Siapa sebenarnya Usang Sang Sungging (atau oleh penduduk lokal lebih dikenal dengan sebutan Sang Sungging). Terbetiklah sebuah kisah, di Kesultanan Palembang, mengabdilah seorang pati bernama Abdul Hamid. Beliau berasal dari keturunan kerajaan dari Pulau Jawa dan menetap di Kesultanan Palembang. Beliau terkenal dengan beberapa keahliannya seperti rancang bangun, melukis, mengukir/memahat bahkan menyiapkan rencana-rencana yang akan dilakukan oleh Istana. Beliau sangat dekat dan sudah dipercaya layaknya anggota keluarga oleh Sultan.

Syahdan, pada suatu masa beliau mendapat mandat dari Sultan untuk membuat lukisan utuh permaisurinya. Mendapat tugas tersebut, Abdul Hamid menyanggupi dengan senang hati. Siang dan malam dia melukis permaisuri demi Sultan. Mendekati  tahap akhir pengerjaan lukisan tersebut Sultan mendatangi Abdul Hamid dengan maksud ingin melihat hasil lukisan yang dibuat olehnya. Sultan kelihatan senang dan menunjukkan binar muka yang puas atas lukisan yang dikerjakannya.

Pada malam berikutnya, Abdul Hamid melanjutkan pekerjaannya melukis permaisuri dengan sangat hati-hati. Dan…selesai sudah, gumannya tersenyum gembira setelah menyelesaikan lukisan tersebut. Sambil menatap hasil pekerjaannya, ia membayangkan wajah kegembiraan Sultan. Lama dia berdiam sampai dia tertidur sekejap. dan tanpa disadarinya tinta yang digunakannya menetes ke lukisan yang sudah jadi tersebut.

Keesokan harinya dengan perasaan bangga, Abdul Hamid menghadap Sultan dan menyerahkan lukisan yang dibuatnya. Alangkah terkejutnya dia, bukannya pujian yang diterima tetapi malah caci maki. Melihat lukisan tersebut, Sultan murka dan marah tanpa bisa terbendungkan. Sultan menghardik Abdul Hamid dengan pertanyaan yang penuh kecurigaan, dari mana Abdul Hamid tahu kalau di paha kiri atas (dekat kemaluan) istrinya terdapat tahi lalat sebagaimana hasil lukisan tersebut. Mendapat hardikan pertanyaan tersebut Abdul Hamid justru bingung bukan kepalang. Usut punya usut ternyata hasil tetesan tinta yang tanpa disengaja dan disadari oleh Abdul Hamid waktu dia mengantuk malam itu  jatuh tepat di paha sebelah kiri atas dari lukisan permaisuri, sehingga menyebabkan Sultan menuduh jika Abdul Hamid telah berselingkuh dengan istrinya.

Mendapat tuduhan seperti itu, Abdul Hamid berusaha menjelaskan hal yang sebenarnya. Akan tetapi, kemarahan Sultan sudah tidak bisa dielakkan lagi. Abdul Hamid pun diminta meninggalkan istana bahkan diancam akan dihukum gantung. Mendapati situasi yang tidak menguntungkan seperti itu, Abdul Hamid beserta hulu balangnya bergegas melarikan diri dengan menggunakan perahu. Tanpa arah tujuan yang jelas mereka terus menyusuri sungai menuju pedalaman demi menghindari kejaran tentara Sultan.

Berbulan-bulan mereka mengayuh perahu. Dari Sungai Ogan menyusuri sebuah lebak yang kemudian dikenal dengan nama Lebak Meranjat. Merapatlah mereka di sebuah hutan belantara seberang Tanjung Batu yang akhirnya menetap, berdiam diri, bergaul di daerah tersebut sembari mengajarkan keahliannya dalam hal bertukang, memahat, membuat perhiasan, hingga menyebarkan ajaran agama Islam serta turut serta merancang puncak Masjid Al-Falah Tanjung Batu yang sekarang masih kokoh berdiri di Kampung Tiga Tanjung Batu (Mmm… saya jadi teringat, ketika sekitar awal tahun 1991 bersama seorang teman diminta untuk mendisain ulang tulisan kaligrafi di pintu masuk sisi kiri dari Masjid tersebut. Masjid ini memang sudah cukup tua, tapi masih berdiri kokoh. Jika tidak salah ingat, masjid ini didirikan sekitar abad ke-13)

Karena keahlian dan kepandaiannya, kian hari keberadaan Abdul Hamid dan pengikutnya semakin mendapat tempat dihati penduduk. Karena berbagai keahliannya ini terutama sekali keahliannya sebagai tukang kayu dan tukang pahat, maka oleh penduduk setempat beliau diberi gelar Usang Sang Sungging (Sang Sungging).

Selang beberapa waktu beliau tinggal di seberang Tanjung Batu, terdengarlah olehnya bahwa ada seorang puteri cantik yang tinggal di hulu sungai dan menetap di sebuah dusun bernama Senuro. Mendengar kabar ini, Sang Sungging lalu mengirim utusan untuk mengadakan silaturahmi dengan Puteri tersebut. Sepulangnya dari tempat Sang Puteri, para utusannya membawa kabar baik bahwa maksud dan tujuan mereka diterima dengan baik dan tangan terbuka oleh Puteri. Utusannya juga bercerita bahwa Sang Puteri senang mengajarkan kepada penduduk setempat bagaimana cara mengerjakan kerajinan menganyam, membuat bakul dari kulit bambu dan membuat kerajinan lainnya.

Mendengar berita tersebut, Sang Sungging pun tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya dan memutuskan untuk segera bertemu Sang Puteri. Setelah kedua insan tersebut berjumpa, diketahuilah bahwa Puteri tersebut bernama Nafisah. Konon karena kecantikan rupanya dan kulitnya agak kemerah-merahan seperti buah Pinang Masak, maka oleh penduduk setempat ia dijuluki Puteri Pinang Masak. Lalu siapa dan darimanakah asal usul Puteri Senuro atau Puteri Pinang Masak?

Dari sejarahnya, Puteri Nafisah atau Puteri Senuro berasal dari daerah Banten, Jawa Barat dan sebelum sampai ke Desa Senuro bermukim di Empat Ulu Laut tepian Sungai Musi. Berita bermukimnya seorang puteri di ulu laut Palembang yang kecantikannya tiada tara serta tandingannya di seluruh kerajaan Palembang tersebar luas dikalangan anak pembesar kerajaan, serta menjadi pembicaraan hangat para pemuda di seluruh negeri, sehingga banyak yang berlomba ingin mendapatkannya. Berita ini didengar juga oleh Sultan Palembang sehingga timbullah hasrat Sultan untuk membuktikan kebenaran dari cerita tersebut dan melihat dari dekat kecantikan Sang Puteri. Jika memang benar, muncul hasratnya untuk menjadikan Sang Puteri sebagai gundik, penambah gundik yang telah ada di istana.

Sultan langsung mengutus beberapa pengawal istana untuk menjemput puteri dan membawanya ke istana. Sebelum para pengawal datang, puteri rupanya sudah lebih dulu mengetahuinya. Puteri sangat bersedih hati,  berusaha dan berikhtiar bagaimana caranya menghindari hal tersebut. Bahkan akhirnya Puteri bersumpah lebih baik mati daripada menjadi gundik Sultan. Namun puteri juga sadar bahwa untuk menghindari kekuasaan Sultan dan para pengawalnya adalah suatu upaya yang tidak mungkin.

Puteri dan keluarganya lalu mencari cara bagaimana mengelabui para pengawal istana yang hendak menjemputnya. Akhirnya munculnya tipu muslihat untuk mengelabui mereka. Sebelum para pengawal istana tiba, Puteri merebus jantung pisang. Setelah dingin, air rebusan jantung pisang itu lalu dibuat mandi oleh Puteri, akibatnya badan Puteri menjadi hitam pekat, kotor dan kelihatan menjijikankan dan kemolekannya menjadi hilang.

Ketika para Pengawal Sultan sampai dirumah Puteri Nafisah, mereka sangat terkejut dengan pemandangan ditemui. Mereka menjadi ragu apakah benar orang yang berdiri dihadapan mereka adalah Puteri Nafisah yang kecantikannya menggemparkan seluruh negeri itu. Timbul keragu-raguan di hati mereka untuk membawa Puteri, namun karena ini adalah perintah Sultan dan tidak boleh dilanggar, maka akhirnya mereka membawa juga Puteri Nafisah ke istana untuk dipersembahkan kehadapan Sultan.

Sesampai di istana mereka langsung menghadap Sultan berikut Sang Puteri. Begitu melihat sosok yang berdiri dihadapannya, Sultan bertanya kepada para pengawalnya, apakah benar yang mereka bawa ini adalah Puteri Nafisah yang terkenal kecantikannya tersebut. Dengan kalimat tercekat, para pengawal mengiyakan. Lalu Sultan mengulangi pertanyaannya, kali ini ke arah Puteri Nafisah. Mendapat pertanyaan tersebut Puteri Nafisah diam saja. Mendapatkan kondisi tersebut, murkalah Sang Sultan dan seketika itu Puteri Nafisah di usir keluar dari istana. Maka dengan bergegas Sang Puteri meninggalkan istana dan kembali kerumahnya.

Mengetahui tipu muslihatnya berhasil, Puteri dan keluarganya merasa senang tiada terkira. Seiring dengan perjalanan waktu, mereka pun kemudian hidup tenang dan terlepas dari niat Sang Sultan. Namun, kondisi ini ternyata tidak berjalan semulus yang mereka harapkan. Cerita kecantikan Sang Puteri ternyata masih tetap menjadi buah bibir di kalangan khalayak. Sultan pun penasaran dan mengutus para penyelidik istana untuk menyelidiki kabar yang berhembus tersebut. Para penyelidik bekerja secara diam-diam dan dengan sangat cermat. Setelah melakukan pengamatan beberapa lama, para penyelidik istana akhirnyamendapatkan fakta yang sebenarnya. Mereka juga mengetahui tipu muslihat Sang Puteri ketika menghadap Sultan sebelumnya.

Mendengar laporan dari para penyelidiknya, Sultan marah bukan kepalang. Diperintahkannya kembali pengawal untuk menjebut Sang Putri secara paksa. Namun sebelum para pengawal istana sampai, para pengikut setia Sang Puteri segera menyampaikan berita tersebut. Mendapati berita itu, Puteri dan keluarganya sangat terkejut dan sedih bukan kepalang. Mereka berunding, usaha apa kali ini yang harus mereka lakukan untuk menghindari niat Sang Sultan. Setelah berunding, akhirnya diputuskan satu-satunya jalan adalah melarikan diri.

Dengan persiapan seadanya, di suatu malam, bersama dengan dua orang dayang dan dua orang pengawal, berangkatlah Puteri Nafisah dengan menggunakan sebuah rejung (perahu) menuju ke uluhan Sungai Ogan. Berbulan-bulan rombongan Sang Puteri menyusuri sungai dan lebak, sesekali mereka harus menepi dan bersembunyi untuk menghindari kejaran para pengawal istana. Akhirnya sampailah mereka pada sebuah lebak yang cukup luas, yang kelak lebak itu bernama Lebak Meranjat. Di sebuah teluk yang bernama Teluk Lancang, rejung atau perahu mereka dihadapkan ke teluk tersebut, dan menyusuri sebuah sungai (payo) yang arusnya sangat deras. Lalu sampailah mereka di suatu tempat yang mereka perkirakan cukup aman dan tidak mungkin ditemukan oleh para pengawal istana.

Kedatangan seorang Puteri beserta dayang dan pengawalnya cepat tersebar di telinga penduduk sekitar. Penduduk pun beramai-ramai tinggal dan menetap bersama Sang Puteri. Untuk menghilangkan jejak, Puteri Nafisah kemudian mengganti namanya dengan sebutan Puteri Senuro. Tempat bermukim mereka berkembang menjadi sebuah dusun yang kemudian diberi nama Senuro, sesuai dengan nama Sang Puteri. Dua dayang dan dua pengawal putri ikut hidup dan menetap disana. Mereka berjanji akan menyertai dan menjaga puteri hingga akhir hayatnya.

Ditempat yang baru ini Sang Puteri menjadi buah bibir para pemuda dan anak-anak orang terpandang di sekitar wilayah tersebut. Sang Puteri juga mempunyai kepandaian dalam hal membuat anyaman. Puteri mengajarkan juga kepandaian kepada penduduk terutama kaum remaja putrinya, terutama anyaman untuk alat-alat memasak yang digunakan sehari-hari. Puteri juga terkenal dengan keahliannya dalam membuat anyaman yang tidak tembus oleh air. Sampai akhirnya kabar kecantikan dan keahliannya ini turut di dengar oleh Sang Sungging.

Sang Sungging begitu terharu mendengarkan cerita dan pengalaman Putri Nafisah atau Puteri Senuro ini. Ternyata mereka berdua mengalami peristiwa yang serupa. Dari beberapa kali pertemuan, keduanya pun sepakat untuk menjalin tali kasih. Keduanya juga tak segan bercerita mengenai kepandaian masing-masing. Sang Sungging dalam hal bertukang, memahat, melukis dan membuat kerajinan, sementara Puteri Senuro dalam hal membuat anyam-anyaman. Sang Sungging juga mendengar jika Sang Puteri bisa membuat anyaman yang tidak tembus air.

Suatu hari Sang Sungging ingin dibuatkan masakan gulai kepada Puteri Senuro. Sang Puteri memenuhi permintaan itu. Setelah gulai masak, dibuatlah sebuah bakul dengan tudungnya untuk tempat gulai tersebut dan langsung dikirim kepada Sang Sungging. Mendapat kiriman Dari Puteri Senuro, Sang Sungging langsung membuka bakul tersebut dan alangkah herannya Sang Sungging, karena sedikitpun kua gulai itu tidak menetes keluar. Sang Sungging semakin percaya dan takjub dengan kepandaian Sang Putrti. Setelah habis gulainya dimakan lalu bakul tadi dikembalikan kepada Puteri Senuro. Sebagai balasannya Sang Sungging menyuguh (menyerut) papan dengan umbangnya (hasil suguhan kayu) hampir 9 meter tanpa terputus-putus. Umbang kayu ini kemudian dimasukkan ke dalam bakul tersebut dan dikirim kembali ke Puteri Senuro. Oleh Puteri Senuro umbang tersebut kemudian dianyam menjadi bakul. Pada perjalanannya, bakul inilah yang kemudian menjadi wadah hantaran lauk pauk dari Sang Puteri ke Sang Sungging.

Kedua sejoli itu saling berlomba menunjukkan keahlian masing-masing sembari menjaga tali percintaannya menuju hari pernikahan. Persiapan demi persiapan pun mereka gencarkan demi menjelang pelaksanaan pernikahan. Sebelum pernikahan terjadi, datang beberapa orang pengawal Puteri Senuro menemui Sang Sungging membawa pesan bahwa Sang Puteri sedang jatuh sakit. Dari hari ke hari sakitnya bertambah parah dan tidak menunjukkan kesembuhan.

Dalam kondisi sakit parah tersebut Puteri Senuro tetap memikirkan kelangsungan hidup kaumnya. Dia masih teringat dengan kisahnya dulu dan tidak mau kaumnya kelak mengalami nasib serupa. Merasa kondisinya sudah tidak bisa diharapkan lagi, sebelum meninggal Sang Puteri berdoa dan bersumpah kepada yang maha kuasa agar kelak anak cucu kaumnya tidak memiliki paras cantik seperti dirinya, karena kecantikan itu akan membawa kesengsaraan.

Setelah melafazkan sumpah tersebut akhirnya Puteri Senuro menghembuskan nafasnya yang terakhir. Puteri wafat dengan meninggalkan empat orang dayang dan dua orang pengawal yang sangat setia termasuk kekasihnya Sang Sungging. Puteri lalu dimakamkan ditempat tersebut. Bagi anak cucu kaumnya, Puteri Senuro atau Pteri Pinang Masak menjadi pelambang kaum wanita yang menjunjung tinggi martabat. Setelah Sang Puteri meninggal, dayang-dayang dan pengawalnya bertekad akan tetep berdiam di tempat itu, dan akan mati berkubur disamping kubur Sang Puteri.

Makam Sang Puteri beserta dayang dan pengawalnya juga masih bisa dijumpai di desa tersebut. Saya sendiri sudah pernah berkunjung beberapa tahun yang lalu. Waktu itu dipelataran makam tersebut masih tergantung beberapa helai pakaian Sang Puteri. Namun tidak tahu kondisi sekarang, apakah masih demikian atau tidak. Adapun terhadap sumpah Sang Puteri, Sampai saat ini sumpah tersebut masih terngiang di telinga penduduk Desa Senuro. Percaya tidak percaya, jika kita berkunjung ke desa tersebut maka kita akan menemui pemandangan seolah mencerminkan sumpah dari Sang Puteri. Apakah ini sebuah kebetulan? atau memang akibat dari sumpah Sang Puteri.

Lalu bagaimana dengan Sang Sungging sendiri. Dalam sebuah cerita dikisahkan bahwa keahliannya dalam bertukang termasuk membuat ukiran yang diceritakan oleh penduduk desa dari mulut ke mulut akhirnya sampai juga di telinga Sultan. Sebelumnya, Sultan telah menyadari kekeliruannya dalam menilai Sang Sungging. Setelah mendengarkan penjelasan dari Permaisurinya dan penasehat istana, Sultan berkesimpulan bahwa tetesan tinta yang membentuk tahi lalat di paha kiri atas pada lukisan istrinya murni akibat ketidaksengajaan Sang Sungging.

Sebagai wujud dari penyesalannya dan sekaligus untuk membuktikan cerita orang tentang keahlian Sang Sungging, Sultan mengirimkan utusannya. Melalui utusannya ini Sultan menyampaikan kekeliruannya dalam menilai Sang Sungging dan juga memesan daun pintu berukir. Singkat cerita, daun pintu tersebut dapat diselesaikan oleh Sang Sungging persis seperti yang dikehendaki oleh Sultan. Dari situ Sultan akhirnya benar-benar percaya dengan berita tersebut.

Lalu Sultan mengirimkan utusannya kembali, kali ini dalam misi mengajak Sang Sungging untuk kembali ke Istana. Namun karena Sang Sungging merasa sudah betah dan telah memiliki ikatan emosional dengan peduduk setempat, ajakan Sultan tersebut ia tolak dengan penjelasan dan alasan yang halus. Ia tetap pada pendiriannya untuk tinggal dan membangun bersama penduduk setempat sampai akhir hayatnya. Setelah meninggal, Sang Sungging akhirnya dimakamkan di sekitar desa pelariannya.

Sebagaimana disinggung diatas, dari kedua tokoh ini sangat diyakini memiliki hubungan erat dengan terbentuknya pola mata pencaharian penduduk lokal. Usang Sungging, dengan keahliannya sebagai tukang kayu dan pembuat kerajinan dari tangan telah mewariskan bidang usaha pertukangan/pembuatan rumah panggung (yang sekarang dikenal dengan rumah knock down) dan kerajinan tangan seperti perhiasan pengantin (dari kuningan), pandai besi (pembuatan golok dan pisau dari besi), dan pembuatan perhiasan dari emas dan perak. Sementara Puteri Pinang Masak mewariskan bidang usaha anyam-anyaman yang hingga sekarang ditekuni oleh masyarakat setempat.

Source: Cerita yang didengar secara turun temurun dan dipadukan postingan dari http://sastratutursumateraselatan.blogspot.com

About Admin

Music, Event, Traveling & Lifestyle News and Photography

Discussion

30 thoughts on “Cerita Rakyat “Sang Sungging” dan “Puteri Senuro”

  1. – baw baguslah .tak gaya ..men difelamkan..aku jd sang sunggingnyo.. Qory Sandioriva jd putri..senuronyo…mendio tak galak.. gentinyo..dek mama..

    – gok..”sunan” apo “sultan” yg benar..???

    – cobo kl ado sambungan cerito tu asal mulo “baso diri’ dr maano gerangan..bak ado boso jawonyo..ado bs padangnyo…., hudatu ado baso..senuro.roban2… ndo dr “budak duo” itulah..(maselah ak ikon penasaran), men baso padangnyo kl dari Said Umar Bagindo Sari.. kuburannyo di tanjung atap..cobo ceritokan jg..

    Posted by Alung | 16 October 2009, 2:23 pm
    • “Mang…duo literatur ngomongkan “sunan”, satu literatur menyebutkan “sultan”, tapi mungkin yang benar adalah “sultan” kali yo, karena aku nemukan literatur yang terbaru nyebutkan “sultan” dari Kesultanan Palembang… paye men baitu nak ku genti kalo…… Yang lain lagi tak korek-korek mang….Horas!!!!”

      Posted by zasmiarel | 16 October 2009, 2:29 pm
  2. Tu cerita nyata gak sih……??? tapi yang penting Thanks ya buat ceritanya tugasku jadi terbantu ……….

    Posted by Awla | 7 April 2010, 10:53 am
    • Dear Mbak Awla,

      Terima kasih sudah berkunjung ya mbak…. Mengenai pertanyaan Mbak Awla tersebut, mungkin kita kembali kepada jaman kita SD dulu mbak…. Yang namanya Sejarah, Dongeng, Cerita Rakyat, Legenda… posisi keabsahannya akan sama mbak, sama-sama mengandung azas praduga tak bersalah…(halah kayak penyelidikan aja ya)… Artinya Sejarah mengenai Super Semar aja yang sudah sedemikian melekatnya di pengetahuan kita sampai sekarang masih menjadi perdebatan mengenai keabsahannya. Nah…kembali ke pertanyaan mbak, suatu cerita akan mendekati kebenarannya jika, didukung oleh: (1) hampir sebagian besar penduduk di lokasi tersebut (khususnya orang orang tua or pemuka masayakat) ketika dilemparkan cerita tersebut akan langsung “on”, artinya cerita tersebut diketahui secara umum, dan (2) terdapat bukti-bukti otentik peninggalan yang berhubungan dengan cerita tersebut baik dari aspek benda maupun budaya. Nah, dua unsur tersebut ada pada cerita di atas. Mungkin ada unsur yang lain lagi.

      Demikian mbak Awla. Sekali salam kenal ya dari wong dusun… hehehe…

      Arel

      Posted by zasmiarel | 7 April 2010, 12:02 pm
  3. assalamualaikum wrwb

    Kak jadi sang sungging dan puteri senuro tu tak nare anak keturunan?? kalu bae misalnya diri iko ado keturunan dari duo urang tersebut. Sekarang kami memasarkan rumah kayu knockdown (warisan leluhur Sang Sungging).

    Wassalam,
    Ago

    Posted by iswandi zakuan (ago) | 21 April 2010, 11:38 pm
  4. saya tertarik dg cerita ini, bagaimana cara utuk dptkan cerita lain dari anda?

    Posted by yanti sumarni | 3 June 2010, 2:12 pm
  5. bgus la cerito nyo,syang tak naro gambar nyo dikit bae…….

    Posted by melly | 15 July 2010, 2:47 pm
  6. cerito laen apo pl,ttng t.tambak(asal mulo tanah lidah)…….!

    Posted by andi | 18 July 2010, 4:41 pm
  7. saya adalah sala seorang putra da erah senuro maksih telah menerbitkan cerita desa kami ke seluruh pelosok negeri mari kita gali potensi -ptensi yang ada didaerah kita.

    Posted by dzikrullah | 12 August 2010, 4:33 pm
    • Salam kenal….
      Betul sekali, niat saya memang mencoba membuat satu space dalam blog saya khusus untuk mengangkat tanah kelahiran saya (yaitu dalam Edisi Tanah Kelahiran). Namun karena keterbatasan waktu, belum ada lagi yang bisa saya posting lebih lanjut…….

      Posted by zasmiarel | 12 August 2010, 5:31 pm
  8. Salam kenal,
    Aku dari sritanjung asli,cuman lamo dirantau.Bagus banget tulisan ini,paling tidak pengobat rindu bagi kito yg nda mungkin balek jadi orang dusun.
    Maseh banyak daera kito yg pacak dituliskan,bisalnyo psantren sribandung,kramat2 di betung,lb kliat dan yg besak ki muaro ogan dan lain2.
    Cuma itu bae,sekedar melok rame.
    Salam ibnu

    Posted by ibnu | 8 September 2010, 10:09 am
  9. MAU TANYA BAGAIMANA KONDISI MAKAM PUTRI PINANG MASAK? SAYA BERMINAT MEMBANTU UNTUK MENGEMBANGKAN WARISAN BUDAYA DI DESA SENURO TERSEBUT MENJADI KAWASAN OBJEK TEMPAT DAERAH WISATA MELALUI PROYEK PNPM DESA WISATA… KBTLN KETUA KOMISI X (ALAH SATU BIDANGNYA KEPARIWISATAAN) SEDANG MENCARI DESA YG PUNYA POTENSI WISATA DI SUMSEL…
    INI ADALAH SALAH SATU DEDIKASI KETUA KOMISI X UNTUK SUMSEL, KBTULAN BERASAL DARI SUMSEL…. ]
    MUHTAROM…………

    Posted by muhtarom | 14 October 2010, 9:23 pm
    • Dear Kang Muhtarom,

      Terima kasih sudah berkunjung…
      Ide mengangkat pariwisata lokal merupakan sebuah Ide yang mulia kang…..

      Untuk kondisi makam putri pinang masak, sayang sekali waktu saya pulang lebaran 2010 kemarin tidak sempat berkunjung kembali ke sana.

      Namun yang saya dengar bahwa makam tersebut saat ini ada juga yang memanfaatkan untuk tujuan lain… (“menuntut ilmu”) atau untuk keperluan pengobatan, dll…. itu yang saya dengar waktu di kampung kemarin Dengan informasi tersebut berarti semestinya kondisi makam putri pinang masak tersebut masih terjaga….

      Mungkin Kang Muhtarom bisa berkunjung langsung ke desa senuro dan bertanya melalui penduduk setempat…

      Begitu juga untuk makam sang sungging, mungkin kang muhtarom bisa berkunjung ke desa tanjung batu seberang dan bertanya ke penduduk setempat…

      Salam,
      Arel

      Posted by zasmiarel | 18 October 2010, 2:12 pm
  10. salam kenal mas arel

    saya cuma ingin ngucapin banyak terima kasih karena berkat tulisan anda ini saya mendapatkan bahan referensi proposal penelitian saya. walaupun saya orang tanjung batu asli tapi saya kesulitan mendapatkan bahan referensi yang tepat. selain dari informan tulis anda juga sangat membantu….tak lupa saya akan cantumkan kutipan
    dari tulisan anda ke dalam penelitian saya…

    Posted by Lesta | 28 March 2011, 6:08 pm
  11. Assalamu alaikum, mang., maseh endo urang yg punyo blog ikon,? baiko mang aku ikon budak kecit, tak ngerti apo2. jadi crito kamu iko mang lah ku terbitkan pulo di blog kami, baitu jugo cerito yg laen. kalu bae ado manfaat utk anak cucong kito, sbelumnyo maaf mang kalu aku endo mintak izin numpang nulis ulang crito kamu tuh, karno aku jugo banyak maco crito yg samo. keli be di blog kami crito yg kami ulang itun dg crito laen di : http://www.kecamatantanjungbatu.blogspot.com

    Posted by usangsungging | 17 October 2011, 3:36 pm
  12. skrg kuburan putri udh d.renovasii.
    bagii yg belum prnah k.sana marii ayo rame.rame kita ziarah k.makam putri..
    d.tunggu kedatangannya ya sob.. 🙂
    salam saya..

    Posted by faras | 14 February 2012, 6:48 pm
  13. Trims. aku pernah ziarah ke makam putri pinang masak ini thn 1975. waktu makamnya sepertinya tdk terurus hanya kain kelambu enta sampai berapa lapis. sayang sekali bila tidk di urus. terbesit di hati saya tuk menjadikan daerah ini menjadi daerah wisata nasional. dan memang bukan hal yg tak mungkin mengingat alur ceritnya msh bersentuhan dgn zaman kerajaan sriwijaya. aku bangga jadi anak tg.batu. trims from”imeldi” di sulawesi selatan.

    Posted by Gong Thary | 6 March 2012, 4:05 pm
  14. Crit0 ne Sdh pernah d filmkn, masa2 aq wktu SD. . .
    Latar t4 crit0ny ad jg d tg.Atap. . .

    Posted by Uchye | 9 April 2012, 10:12 pm
  15. thanks ceritanya..30thn lbh aq hdup didaerah tg batu..slamo ini cuma tau/mndengar namo tp kurang paham cerito n asal muasalnyo 2 tokoh ini..dengan bangga sy menceritakan kembali keteman2…seritanjungtanjungbatu..

    Posted by soepandie | 8 September 2012, 12:19 am
  16. kalu kulu men tidak kiler ,,

    hahaha ..
    by : asli anak tabas ..

    Posted by nopran saputra | 25 April 2013, 1:58 pm
  17. makam putri pinang masak memang benar sd diren0pasi. Saya anak senuro asli. Beberapa waktu yg lalu kami mencerita ulangkan kembali putri pinang masak. Insya 4llah akan kami pos di poskan di group anak senuro. Di facebook

    Posted by dzikrullah | 24 May 2013, 11:44 pm
  18. salam kenal….:)
    saya dari ruteng NTT…..
    mw bilang trims buat critanya,,,,
    critanya bagus kok…;))

    Posted by Riana Say | 3 February 2014, 7:55 pm
  19. This story is very nice, and I am proud to live in the district stone promontory since there folklore .. 🙂

    Posted by reksy novia lestary | 16 April 2015, 5:34 pm
  20. Maaf aetikel ini Copas, seharusnya anda cantumkan sumber, ingat ITE

    Posted by JAya | 17 September 2015, 12:02 pm

Leave a comment


Copyright © 2024 GO-STAGE.com Email: info@go-stage.com